Karena Hidup, Bukanlah Sepakbola Semata
Garuda Muda akan berlaga malam ini di babak final untuk medapatkan emas SEAGAMES yang terakhir diraih sekitar dua puluh tahun silam. Garuda Muda akan menghadapi Harimau Malaya yang di babak penyisihan sebelumnya berhasil mengalahkan Garuda Muda dengan skor satu kosong. Sepertinya, pertandingan malam nanti beraroma balas dendam. Balas dendam kekalahan sebelumnya dan kekalahan di final AFC akhir tahun lalu.
Sebagaimana sebuah tim sepakbola yang di dalamnya terdapat pemain yang bertugas sebagai penjaga gawang, pemain belakang, pemain tengah, dan penyerang. Yang semuanya bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan, yaitu keharmonisan permainan sehingga enak untuk disaksikan. Masalah menang dan kalah, itu sebuah kepastian dalam sebuah permainan. Begitu juga kiranya hidup, di mana setiap manusia menjalani fungsinya masing-masing. Ada petani, pedagang, buruh, sopir, satpam, guru, dan berbagai profesi lainnya. Kesemuanya pun menjalin kerja sama satu sama lain dengan tujuan menjadikan roda kehidupan berputar dan berjalan dengan harmonis.
Tapi, kehidupan tidak hanya berjalan dalam tempo 2 x 45 menit plus 2 x 15 menit tambahan atau berakhir dengan sebuah drama adu pinalti. Hidup adalah sebuah perjalanan yang panjang jika dibandingkan dengan lamanya sebuah pertandingan sepakbola. Hidup di dunia ini juga bisa menjadi sangat pendek jika dibandingkan dengan sebuah masa yang berkekalan yang sudah menanti kedatangan kita di saat kita meninggalkan kehidupan di dunia ini.
Di saat euforia sepakbola melanda masyarakat Indonesia, ada dua kajian yang saya ikuti di mana pemberi materi mengaitkan materi yang disampaikannya dengan perhelatan sepakbola.
Pertama, kajian hadits yang membahas hadits arbain yang kedua belas. hadits tersebut berbunyi :
Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda : Di antara tanda kebaikan keislaman seseorang adalah ia meinggalkan perkara yang tak berguna baginya. (hadits hasan diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lainnya)
Pemateri tersebut mencontohkan langsung mengenai pengamalan hadits tersebut dengan menyaksikan pertandingan sepakbola. Beliau menanyakan, apa keuntungan yang akan diperoleh seorang muslim ketika dia menyaksikan pertandingan sepakbola? Apakah dirinya menjadi tenang? Apakah dengan menyaksikan sepakbola akan menambah ketaqwaannya kepada Allah SWT? Ataukah justru dengan menyaksikan pertandingan tersebut akan membuatnya lalai akan kewajibannya sebagai seorang hamba?
Beliau meminta kita untuk selalui mempertimbangkan cost and benefit dari setiap apa yang kita lakukan, terutama dari segi akhirat. Menimbang-nimbang apa manfaat jika kita datang ke sebuah tempat dan apa kerugiannya jika kita tidak datang, atau sebaliknya. Yang jelas, jika diseiringkan dengan hadits di atas, semakin baik keislaman seseorang, maka semakin bisa ia meninggalkan segala sesuatu yang tidak memberikan manfaat kepadanya.
Yang jelas, jika seseorang datang untuk menyaksikan pertandingan secara langsung, bagaimana dengan shalat maghribnya, mengingat waktu pelaksanaan pertandingan tak berjauhan dengan waktu shalat maghrib?
Kedua, dalam sesi tanya jawab di sebuah acara siraman rohani di sebuah stasiun televisi, seseorang bertanya melalui telepon mengenai fenomena di mana terdapat sekelompok ulama yang melakukan doa bersama untuk kemenangan Timnas Indonesia. Apakah itu salah sesuatu yang salah tempat? Mengingat sepakbola itu adalah sebuah permainan yang melalaikan. Pemateri menjawab dengan cukup bijak.
"Mengenai apa yang dilakukan para ulama tersebut, saya tidak menyalahkan mereka. Mereka mungkin lebih mengerti. Mereka bisa salah seperti halnya saya juga bisa salah. Yang jelas, kita tetap harus menghormati mereka sebagai ulama yang merupakan pewaris para nabi dengan segala kekurangan yang mereka miliki seperti halnya kekurangan yang kita miliki. Jika mereka salah, mereka memang manusia yang tidak ma'sum, karena manusia yang ma'sum hanya satu, yaitu Nabi Muhammad."
Semoga dengan bertambahnya hitungan usia kita, bertambah pula keislaman dan ketaqwaan kita. Aamiin.
Rabbanaa zhalamnaa anfusana wa illam tagfirlanaa wa tarhamnaa lana kuunanna minal khasirin
Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba'da idz hadaitanaa wahablanaa min ladunka rahmatan innaka anta al-wahhaab.
Sebagaimana sebuah tim sepakbola yang di dalamnya terdapat pemain yang bertugas sebagai penjaga gawang, pemain belakang, pemain tengah, dan penyerang. Yang semuanya bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan, yaitu keharmonisan permainan sehingga enak untuk disaksikan. Masalah menang dan kalah, itu sebuah kepastian dalam sebuah permainan. Begitu juga kiranya hidup, di mana setiap manusia menjalani fungsinya masing-masing. Ada petani, pedagang, buruh, sopir, satpam, guru, dan berbagai profesi lainnya. Kesemuanya pun menjalin kerja sama satu sama lain dengan tujuan menjadikan roda kehidupan berputar dan berjalan dengan harmonis.
Tapi, kehidupan tidak hanya berjalan dalam tempo 2 x 45 menit plus 2 x 15 menit tambahan atau berakhir dengan sebuah drama adu pinalti. Hidup adalah sebuah perjalanan yang panjang jika dibandingkan dengan lamanya sebuah pertandingan sepakbola. Hidup di dunia ini juga bisa menjadi sangat pendek jika dibandingkan dengan sebuah masa yang berkekalan yang sudah menanti kedatangan kita di saat kita meninggalkan kehidupan di dunia ini.
Di saat euforia sepakbola melanda masyarakat Indonesia, ada dua kajian yang saya ikuti di mana pemberi materi mengaitkan materi yang disampaikannya dengan perhelatan sepakbola.
Pertama, kajian hadits yang membahas hadits arbain yang kedua belas. hadits tersebut berbunyi :
Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda : Di antara tanda kebaikan keislaman seseorang adalah ia meinggalkan perkara yang tak berguna baginya. (hadits hasan diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lainnya)
Pemateri tersebut mencontohkan langsung mengenai pengamalan hadits tersebut dengan menyaksikan pertandingan sepakbola. Beliau menanyakan, apa keuntungan yang akan diperoleh seorang muslim ketika dia menyaksikan pertandingan sepakbola? Apakah dirinya menjadi tenang? Apakah dengan menyaksikan sepakbola akan menambah ketaqwaannya kepada Allah SWT? Ataukah justru dengan menyaksikan pertandingan tersebut akan membuatnya lalai akan kewajibannya sebagai seorang hamba?
Beliau meminta kita untuk selalui mempertimbangkan cost and benefit dari setiap apa yang kita lakukan, terutama dari segi akhirat. Menimbang-nimbang apa manfaat jika kita datang ke sebuah tempat dan apa kerugiannya jika kita tidak datang, atau sebaliknya. Yang jelas, jika diseiringkan dengan hadits di atas, semakin baik keislaman seseorang, maka semakin bisa ia meninggalkan segala sesuatu yang tidak memberikan manfaat kepadanya.
Yang jelas, jika seseorang datang untuk menyaksikan pertandingan secara langsung, bagaimana dengan shalat maghribnya, mengingat waktu pelaksanaan pertandingan tak berjauhan dengan waktu shalat maghrib?
Kedua, dalam sesi tanya jawab di sebuah acara siraman rohani di sebuah stasiun televisi, seseorang bertanya melalui telepon mengenai fenomena di mana terdapat sekelompok ulama yang melakukan doa bersama untuk kemenangan Timnas Indonesia. Apakah itu salah sesuatu yang salah tempat? Mengingat sepakbola itu adalah sebuah permainan yang melalaikan. Pemateri menjawab dengan cukup bijak.
"Mengenai apa yang dilakukan para ulama tersebut, saya tidak menyalahkan mereka. Mereka mungkin lebih mengerti. Mereka bisa salah seperti halnya saya juga bisa salah. Yang jelas, kita tetap harus menghormati mereka sebagai ulama yang merupakan pewaris para nabi dengan segala kekurangan yang mereka miliki seperti halnya kekurangan yang kita miliki. Jika mereka salah, mereka memang manusia yang tidak ma'sum, karena manusia yang ma'sum hanya satu, yaitu Nabi Muhammad."
Semoga dengan bertambahnya hitungan usia kita, bertambah pula keislaman dan ketaqwaan kita. Aamiin.
Rabbanaa zhalamnaa anfusana wa illam tagfirlanaa wa tarhamnaa lana kuunanna minal khasirin
Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba'da idz hadaitanaa wahablanaa min ladunka rahmatan innaka anta al-wahhaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar