Selasa, 11 Oktober 2011

Dimudahkan Allah dari Manfaat SAR

Ada yang membekas di otak dan fikiranku tentang kisah haji sahabatku yang kebetulan tahun lalu dipanggil Allah untuk melaksanakan ibadah haji. Aku mengenal mereka dengan teramat dekat, bahkan dekat sekali. Mudah-mudahan kisah ini bisa bermanfaat bagi banyak orang.

 ***

Dengan ijin Allah, bersama istri tercintanya melalui embarkasi Solo mereka menunaikan rukun Islam yang kelima.

Aku yakin, mereka berangkat dengan modal keagamaan yang pas-pasan. Bahkan latar belakang keduanya pun bukan dari sekolah agama, apalagi pesantren. Namun kekuatan dan keyakinannya terhadap Allah lah yang membuat mereka begitu bersemangat untuk memenuhi panggilan Allah tersebut.

Mereka masuk dalam gelombang pertama perjalanan haji yang dimulai dari Madinah. Begitu mendarat di bandara King Abdul Aziz, doa pertama yang mereka ucapkan adalah, ''Ya Allah, hamba dan istri hamba ke sini untuk memenuhi panggilan-Mu, hamba ke sini adalah tamu-Mu, mustahil Engkau akan menelantarkan tamu-Mu. Jadikanlah aku dan istriku tamu yang baik bagi-Mu dan mudahkanlah segala urusanku .”

Turun dari pesawat Garuda, satu per satu penumpang kloter 36 dari Embarkasi Solo itu harus melalui pemeriksaan pasport dalam waktu yang cukup lama. Maklum, untuk jamaah yang menurut mereka masih muda disamping pemeriksaan pasport masih harus di foto dulu. Selesai pemeriksaan dan mengambil koper jamaah melakukan shalat jama’sebelum memulai perjalanan dari Mekkah ke Madinah yang jaraknya lebih dari 450 KM.

Baru mendengar jaraknya saja pikiranku sudah jauh menerawang menembus lorong waktu, membayangkan betapa beratnya perjalanan Rasulullah waktu hijrah kala itu. Hanya dengan kendaraan onta, dan sebagian lagi berjalan kaki, di tengah teriknya matahari dan luasnya gurun pasir ditambah lagi kejaran orang-orang kafir yang hendak membunuh Nabi dan pengikutnya. Tidak tahu lagi, berapa waktu yang diperlukan untuk itu. Beda jauh jauh dengan saat ini, di mana perjalanan bisa dilakukan dengan bus yang berAC selama 7-8 jam dan kereta hanya 30 menit. Sungguh, perintis jalan akan selalu lebih berat ujiannya dibanding kita yang di belakngnya.

Setelah sampai pondokan yang jaraknya sekitar 1.5 KM dari masjid Nabawi hari pertama di Madinah itu dilaluinya dengan berjalan kaki bersama teman satu kloter untuk memulai shalat Arbain. Shalat 40 waktu dimasjid Nabawi yang pahalanya 1000 kali lebih besar dari pada shalat di masjid yang lain kecuali masjidil Haram, yang justru pahalanya dilipatgandakan sampai 100.000 kali.

Masjid ini sangat indah dan modern. Jamaah laki – laki dan perempun di pisah-- sementara kapasitasnya mencapai 500.000 jamaah lebih. Setelah shalat Subuh dan ziarah ke makam Rasullah dan 2 sahabat terdekatnya (Abubakar dan Umar). Ia bersama istrinya, berjalan mengelilingimasjid yang luas dan indah itu. Dan justru disitulah kisah indahnya di mulai.

Kemuliaan Membantu

Setelah sampai ke titik awal yaitu halaman depan masjid dilihatnya seorang ibu dengan wajah khas Indonesia (logat Sumatra yang kental) mencoba memanggil setiap jamaah Indonesia yang kebetulan lewat. Beberapa orang yang ditanya kelihatan selintas saja berhenti kemudian meninggalkan ibu tersebut. Setelah beberapa kali seperti itu ibu itu terduduk sambil menangis. Karena penasaran, sahabatku dan istrinya mendatanginya. Setelah menjawab salam sambil masih menangis ibu tersebut cerita bahwa mulai masukmasjid tengah malam tadi sampai jam 9.00 pagi itu dia terpisah dengan anak perempuannya yang mendampinginginya dan tidak tahu jalan pulang ke pemondokan. Beberapa orang Indonesia yang kebetulan lewat sudah berusaha di tanyai. Tapi karena mereka kebetulan juga baru datang dan belum faham lokasi akhirnya tidak bisa banyak membantu.

Sahabatku kemudian meminta istrinya mengeluarkan sebotol air zam-zam yang selalu dibawanya setelah hendak pulang meninggalkan masjid. Ia mempersilahkan si ibu meminumnya, ibu itu kelihatan haus sekali, karena memang ternyata mulai tengah malam itu sang ibu belum makan dan minum karena memang tidak membawa bekal.

Setelah kelihatan mulai tenang, sahabatku mengajak ibu itu untuk istighfar, baru kemudian mulai di tanya: “Ibu, kita istighfar dulu, baru nanti mohon kepada Allah agar di beri jalan.”

Si Ibu itu mengangguk tanda setuju. Setelah istighfar, ia mulai panjang lebar bercerita. Katanya, ketika masuk masjid, banyaknya jamaah membuatnya  terpisah dengan anaknya. Tepatnya setelah shalat dicarinya anaknya dengan hampir mengelilingi masjid tetap juga tidak ketemu. Nomor Handphone nyapun tidak bisa dihubungi, termasuk nomor teman – teman yang satu regu dengannya. Padahal dicoba untuk menghubungi keluarga di tanah air normal saja.

Tanda keagungan dan kebesarana Allah sebagai pengatur seluruh alam pun muncul. Sahabatku mencoba menghubungi nomor handphone anaknya. Alhamdulillah ternyata nyambung. Dari seberang, anak perempuannya menyahut, ''Wa alaikum salam, dari siapa ya ?'' tanyanya. Sahabatku akhirnya menjelaskan jika ia bertama ibundanya yang tak paham arah.

Singkat cerita, mereka akhirnya janji bertemu tepat di dekat pintu masuk khsusus perempuan. Ibu itu mulai kelihatan ceria setelah anaknya bisa di hubungi dan akan segera menyusul di tempatnya berada.

Benar saja.Tangis meledak dari keduanya ketika bertemu di depan masjid Nabawi yang indah itu. Alhamdullah, bahkan saking senangnya ditengah tangisnya sang ibu sempat bertanya: “Nak saya harus membayar berapa, barangkali untuk pulsanya?“
''Ibu tak usah membayar, saya ini saudara ibu, saudara Muslim ibu, bukan siapa- siapa. Bisa membantu ibu saja, rasanya saya sudah bersyukur dan Alhamdulillah Allah memudahkan jalan ini,” begitu jawabnya sambil memohon pamit kepada ibu dan anaknya tersebut.

Rupanya, dalam waktu delapan hari di Madinah tersebut rasanya hampir tiap hari Allah memberi kesempatan sahabatku dan istrinya untuk bisa membantu jama'ah yang lain. Kadang ada yang minta ditunjukkan makam Rasulullah, ada yang minta diantar ke Raudhah, salah satu tempat yang mustajabah karena merupakan taman syurga. Atau jamaah yang bingung mencari tempat sandal ketika mau pulang karena memang semua pintu masjid bentuknya persis sama demikian juga tempat menyimpan sandal.

Sebenarnya ada nomor pintu dan nama pintu yang bisa diingat-ingat, demikian juga tempat menyimpan sandal. Tapi karena jumlah jama'ah yang sangat besar itu kadang membuat banyak orang jadi bingung, apalagi yang sudah sepuh (tua).

Dijalaninya semua itu dengan senang, maklum, di tanah air, temanku adalah Tim SAR.

Suatu hari, saat menjelang magrib dalam sebuah shaf sholat dan dalam keadaan sedang membaca al-Qur'an, ia tiba – tiba diangkat seorang Arab yang berpostur tinggi besar dan di pindahkan ke shaf belakangnya, dikumpulkan dengan jamaah dari berbagai negara.

Seketika air matapun meleleh. Dalam kepasarahannya sahabatku berdo'a, ''Ya Allah ampuni hamba-Mu kalau ini terjadi karena kesalahan hamba, rasanya hamba belum pernah sekalipun memindahkan atau mengganggu shaf seseorang bahkan anak kecil sekalipun, ampuniya Allah,” begitu permohonannya.

Masih dalam kebingungannya tiba – tiba di depan nya dihamparkan oleh beberapa anak kecil semacam plastik kecil memanjang seperti kain putih panjang yang biasa di gelar di masjid-masjid tanah air untuk tempat sujud .

Masih dalam istighfar-nya sahabatku semakin bingung ketika selanjutnya anak-anak itu dengan terampilnya menyiapkan gelas -gelas kecil dan piring plastik kemudian diisinya dengan buah korma yang belum diolah maupun yang sudah dibuat seperti dodol tapi tidak ditumbuk sampai halus. Gelas – gelas kecil itupun diisi semacam bandrek (minuman untuk daerah dingin). Ada juga semacam sambal tapi tidak terlalu pedas. Tepat saat Adzan Magrib dikumandangkan oleh muadzin dengan irama khas Madinah, sahabatku ditepuk oleh orang Arab yang mengangkatnya tadi untuk berbuka. Padahal saat itu dia sedang tidak berpuasa. Bahkan ia dilayani bak tamu, dia disuruh mencoba semua yang dihidangkan termasuk buah anggur hijau yang masih sangat segar. Walaupun dengan bahasa yang kurang nyambung karena yang di shaf itu terdiri dari berbagai bangsa, kehangatan dan keceriaan mereka sangat terasa. Sebelum iqomah, tempat berbuka puasa tadi sudah dibersihkan oleh anak–anak yang sepertinya sudah terbiasa dengan kegiatan seperti itu. Selesai jamaah Magrib dalam sujud terakhirnya sahabatku berdo'a, ''Ya Allah, Alhamdulillah, kini aku mengerti maksud-Mu .”

Rupanya, kejadian seperti itu berulang ketika hari Kamis sore menjelang Magrib. Kalau pada Seninnya sahabatku mengambil shaf di belakang makam Rasulullah, kali ini sebelah kanan tetapi agak jauh dengan makam Rasulullah. Pada saat Magrib tiba, sahabatku ditepuk pundaknya oleh seseorang yang ternyata mengantar satu piring ta'jil lengkap dengan minumnya. Dalam bahasa Arab yang sebagian dia mengerti sahabatku dipersilahkan untuk berbuka puasa.Sekali lagi saat itu dia sedang tidak berpuasa.Subhanallah...

Selesai Arbain di Madinah, rombongan menuju ke Mekkah untuk melaksanakan umroh wajib.Rombongan bus behenti di Azziziah Janubiah 2, yang jaraknya sekitar 7-8 km dari Masjidil Haram. Kebetulan pemondokan sahabatku bersebelahan dengan Saudi Post, jadi agak mudah menandainya atau sebagai patokan kalau harus pulang naiktaksi.

Pembagian kamar pun dimulai sesuai regu masing-masing. Setelah pembagian kamar selesai, tiba- tiba kamar sahabatku diketuk pintunya oleh pak Dwi (Ketua rombongan klotern 36 Blora) beserta 1 orang dokter dan 2 perawatnya. Menurut mereka kamar tersebut cocok untuk kamar team kesehatan karena letaknya strategis dan dekat dengan lift. Kembali sahabatku tersenyum ketika kamar itu diminta untuk team kesehatan dan perawatan jamaah yang sakit. Tapi, sekali lagi Allah Maha Pemurah, ketika bersama istirinya dan regu yang diminta pindah itu menuruni lantai 3, tiba – tiba ada yang menawari kamar kosong di lantai 2, bersebelahan dengan jama'ah haji dari kabupaten Tegal.

Pada malam menjelang wukuf di Arofah kebetulan saat itu hujan besar sehingga tenda dan alasnya semua basah. Beberapa jama'ah kebingungan mencari tempat tidur yang tidak terlalu basah untuk bisa sekedar istirahat karena besuk paginya harus mengikuti wukuf. Saat itu sahabatku kebetulan membawa tikar yang ukurannya tidak terlalu besar 2 x 4 m. Begitu digelar beberapa jama'ah yang sudah sepuh mendaftar untuk tidur di tikar itu, sehingga langsung penuh, bahkan sahabatku justru tidak kebagian.

''Ya Allah, mereka jauh lebih membutuhkan dari pada aku. Sedang aku telah Engkau beri kesempatan untuk berlatih di medan yang lebih berat dari ini di tanah air, maka tambahkanlah kesyukurankuya Allah.”

Akhirnya semalam dia tidur di tikar yang basah dengan baju ihromnya dan alhamdulillah, sewaktu Subuh yang ditempati tidur itupun jadi kering.

Tikar favorit

Khotbah wukuf hari itu banjir air mata. Semua dosa-dosa seperti di depan mata, sementara amal-amal kebaikan semakin tak nampak. Apalagi pada saat do'a wukuf yang kebetulan dipimpin oleh KH.Jufri dan bergiliran dengan 3 ustadz lainnya  tangis jamaah semakin menjadi. Teringat kerdilnya kita di hadapan sang Maha Agung, sang Raja diraja, membayangkan pengadilan di padang Ma'hyar kelak. Selesai wukuf sahabatku berdzikir dan membaca al-Qur'an di depan tenda. Tanpa terasa dia melihat seseorang yang sudah lebih dari 3 kali melintas di depannya dengan membawa handuk dan peralatan mandi. Karena penasaran ditanyailah orang tersebut. Ternyata selesai mandi, jama'ah asal Jakarta tersebut tidak menemukan tendanya, walaupun di atas tenda rombongan biasanya dipasang tanda daerah. Sudah cukup lama dia berkeliling, tetapi tetap tidak ketemu juga. Sahabat saya mengajak orang tersebut istighfar kemudian bersama-sama mencari tendanya.

Alhamdulillah, tak lama kemudian nampak lokasi tenda Jakarta ia disambut rekan-rekannya juga sudah berusaha mencari karena cukup lama tidak kembali ke tenda. Setelah bertemu teman satu rombongannya bapak tersebut mencoba melihat tempat mandinya yang ternyata sangat dekat dengan tenda. Masya Allah.

Perjalanan berlanjut ke Mina. Setelah pembagian tenda di maktab 31, sekali lagi tenda yang ditempati sahabatku diminta lagi untuk kesehatan karena kebetulan letaknya pas di persimpangan dan kebetulan semua tenda penuh sesak. Sahabatku hanya titip istrinya untuk tetap di tenda itu sekaligus bisa membantu team kesehatan bila diperlukan. Berbekal tikar sahabatku tidur di luar tenda yang jutru sangat indah bisa menikmati indahnya malam di Mina. Namun baru digelar beberapa menit tikar kecil itupun segera penuh. Bahkan pak Dwi, Ketua rombongan dan Ust Salim, seorang hafidz lulusan Mesir itupun bergabung. Kemudian beberapa jama'ah dari kloter lain juga bergabung dengan membawa tikar masing-masing. Dalam waktu sekejap area itu berubah menjadi area favorit jama'ah.

Ada yang sekedar numpang tidur, ada juga yang sekedar bersilaturahim. Hari kedua di Mina setelah melempar jumrah aqobah ada jama'ah yang sudah umur tidak menemukan tendanya. Melihat tanda pengenal yang dia pakai orang tersebut berasal dari Pakistan. Sayang beliau tidak bisa bahasa Ingris ataupun bahasa Arab dan hanya berbahasa daerah. Walaupun tidak bisa berbahasa Arab, sahabatku berusaha menolong orang ini. Setelah diskusi dengan ketua rombongan yang kebetulan disitu, Allah kembali memberi jalan. Sahabatku ingat pada saat mau masuk ke Maktab sempat melewati maktab lain yang salah satu pengelola cateringnya sepertinya orangPakistan. Setelah dicari beberapa saat ketemu dengan maktab 27, di situ nampak 3 orang yang sedang menyiapkan makan untuk jamaah.

Dengan keberanian sahabatku bertanya kepada salah seorangnya, ''Anta Pakistan ?” Rupanya yang ditanya juga faham bahasa Arab yang sepotong itu. ''Na'am, “ jawabnya singkat. Langsung saja pak tua itu ditemukan dengan orang yang sebahasa. Alhamdulillah, komunikasinya jadi nyambung.

Karena ikut nafar awal, sahabatku meninggalkan Mina pada 12 Dhulhijah untuk kembali ke pemondokan di Aziziah Janubiah, setelah melakukan thawaf ifadhoh dan melempar jumrah ula, wustho dan aqobah. Sambil menunggu jadwal kembali ke tanah air sisa waktu biasanya digunakan jamaah untuk untuk shalat di Masjidil Haram atau sebagian lagi mengerjakan umroh sunnah.

Sekitar jam 10 pagi itu sahabatku sedang menunggu jamaah yang lain di depan pemondokan untuk bersama-sama berangkat ke Masjidil Haram. Belum lama berselang, dilihatnya seorang dengan pakain ihrom yang bertanya kepada petugas hotel. Pembicaraanpun tidak nyambung, karena penjaga hotel/pemondokan berasal dari Yaman dengan bahasa Arabnya sedangkan bapak yang datang tidak ngerti juga bahasa Arab maupun Ingris. Menurut teman – teman jamaah yang sudah duluan duduk di lobby pemondokan orang tersebut sudah berkali-kali masuk ke hotel tersebut kemudian pergi jalan lagi dan masuk ke situ lagi. Sahabatku berfikir pasti ini orang tersesat untuk kembali ke pemondokannya setelah  pulang dariMasjidil Haram . Cuman yang jadi masalah adalah faktor bahasa. Rupanya Allah tetaplah Maha Pemurah dan Maha mengatur segala urusan. Setelah berfikir keras sahabatku melirik ke identitas yang dipakai oleh orang tersebut. Tak tahu dengan bahasa apa, tetapi ada tertulis Ubejkistan dan beberapa digit angka di bawahnya. Iseng – iseng dicatatnya angka tersebut barangkali nomor telepon.

Beberapa saat kemudian ada petugas kesehatan dari Kabupaten Tegal terlihat keluar dari pintu lift. Karena kebetulan sahabatku tidak membawa HP, sahabatku mendekati petugas kesehatan tersebut.

''Assalamu alaikum, mbak saya kebetulan tidak membawa HP, bapak ini tersesat sejak pagi, tidak bisa bahasa Ingris maupun Arab. Saya mencatat angka ini dari identitasnya, mudah-mudahan ini nomor telepon perwakilan negaranya, karena hanya ini yang bisa kami baca sebab tulisan yang lain saya nggak ngerti.”

Petugas kesehatan tadi mencoba mendial nomor tersebut dari HP nya. Alhamdulillah diangkat dan benar itu nomor telepon. Masalah kedua muncul karena yang di seberang tidak mengerti bahasa Ingris sedang petugas kesehatan tadi juga tidak bisa bahasa Arab. Cepat – cepat sahabatku memintaHP nya untuk mempersilahkan bapak tadi agar ngomong langsung. Setelah beberapa saat ngomong bapak tadi mulai kelihatan ceria. A lhamdulillah akhirnya di jemput dari perwakilan negaranya dengan tidak lupa sempat menaruh tangan kanannya di dada kiri sebagai tanda terimakasih.

Malamnya setelah pulang dari Masjidil Haram beberapa jamaah kloter 36 pada ngobrol, termasuk pak Dwi. Mereka sepakat setiap ada orang hilang atau kesasar diarahkan ke sahabatku. Bahkan setiap kegiatan yang melibatkan banyak jamaah selalu saja sahabatku ini yang dijadikan team penyapu bersama istrinya. Mereka merasa nyaman setiap ada sahabatku di deretan paling belakang. Dan bagi sahabatku, ini adalah kemurahan Allah yang memberikan jalan kebaikan dengan apa yang selama ini ditekuninya, dunia Search and Rescue. Sungguh Allah telah membuka pintu kebaikan untuk dia dan istrinya. Apalagi disamping kemurahan Allah selama pelaksanaan haji dengan tidak pernah kekurangan makanan atau yang lain.

Allah masih memanjakannya pada hari terakhir setelah thawaf wada atau thawaf perpisahan. Sebuah hari yang sangat berat untuk dilewati, karena harus pamit meninggalkan Ka'bah,Masjidil Haram maupun masjid Nabawi. Setelah rombongan sampai di bandara King Abdul Aziz dan semua jamaah antri untuk check in dan check barang bawaan jamaah, sahabatku harus melalui pintu pemeriksaan bawaan termasuk air zam-zam. Saat itu sahabatku membawa 2 jerigen kecil 2 liter yang ditaruh di jaket gunung yang biasa dia pakai.

Beberapa jamaah yang membawa bawaan diluar koper yang disediakan semua disita termasuk botol – botol yang berisi air zam-zam.

'' Ya Allah , hamba-Mu akan pamit dari tanah Haram ini, maka jadikanlah air zam-zam yang kubawa ini oleh-oleh untuk keluargaku, biar mereka juga merasakan besarnya nikmat dan kemurahan-Mu. “

Alhamdulillah, do'anya dikabulkan. Oleh penjaga pintu scan justru dirangkulnya sahabatku sembari hanya menyuruh melepas jaket dan langsung diminta masuk tanpa pemeriksaan yang ketat seperti jamaah yang lain. Bahkan diminta membuka sepatu atau dompetpun tidak. Dan air zam-zam pun boleh dibawa. Subhanallah! Begitu juga istrinya di pintu yang lain, merasakan hal yang sama. 2 botol kecil air zam-zam yang dibawanya pun di izinkan untuk dibawa .

Begitu sampai di pesawat sambil menunggu seluruh jamaah selesai pemeriksaaan dan memasuki pesawat sahabatku memanfaatkan waktu untuk memberi kabar ke tanah air . Berbekal pulsa isi ulang senilai 10 Riyal atau setara Rp 25.000 yang dibelinya sebelum berangkat ke bandara, dia mulai menghubungi ibunya. Tentu saja dalam waktu sekitar 4 menit pulsa habis. Tapi, rupanya, Allah menunjukkan kemurahan-Nya. Begitu di tutup, tiba-tiba muncul SMS yang memberikan bonus pulsa senilai 17 Riyal. Kesempatan itupun digunakan untuk menghubungi ibu mertuanya sampai habis. Muncul lagi SMS bonus pulsa senilai 23 riyal. Akhirnya, gantian istrinya yang menelpon ibu dan ibu mertuanya di Cepu dan Blora.

Selesai menelpon datang lagi SMS bonus pulsa senilai 19 Riyal . Digunakan lagi menghubungi bapak dan bapak mertua. Begitu selesai tenyata masih dapat lagi 12 Riyal dan kembali digunakan untuk menghubungi adik – adiknya. Setelah semua dihubungi barulah sahabatku sadar bahwa Allah sedang memberi satu lagi ''tanda mata“ kepada dia dan istrinya.

Padahal sangat banyak nikmat yang diberikan-Nya selama haji itu. Salah satunya dalam kloter 36 tersebut dia berangkat bersama salah satu guru TK nya, bu Ninik guru SD nya, masih lagi 4 orang guru SMA nya. Ada pak Harto guru Fisika, pak Kardi wakil Kepsek waktu itu, pak Giyono guru bahasa Indonesia dan pak Sukawi yang sering mengajak bernostalgia waktu sahabatku sekolah di SMA 1 Blora, serta teman sekelasnya dulu mas Heru Marthono yang selalu diingatnya karena kesabarannya yang luar biasa mendampingi ibunya yang sudah sepuh dan dalam kondisi sakit. Mudah–mudahan semuanya mabrur. Belum lagi di kloter tersebut terdapat 4 pembimbing yang rata-rata pengasuh pondok pesantren salaf sehingga baginya selalu ada tempat bertanya kalau ada sesuatu masalah yang berkaitan dengan hukum syariat.

Begitu murahnya Allah pada dia dan istrinya dengan membentangkan jalan kebaikan baginya. Dan jalan itupun telah dihamparkan oleh Allah untuk kita semua, dengan beribu atau bahkan berjuta jalan kebaikan. Tinggal kita  memilih yangmana …....[dikirim Masjono/hidayatullah.com]

http://mujitrisno.multiply.com/journal/item/524

HADIAHKAN CAHAYA BUAT ORANG TUA KITA

 
Dikisahkan, pada suatu malam Abu Qolabah bermimpi berada disuatu pemakaman . Tiba-tiba ia menyaksikan kuburan-kuburan yang ada disitu terbelah. Mayat- mayat keluar dari kuburnya dan duduk-duduk di tepi kuburan itu. Ditangan mereka seolah- olah ada yang memegang nampan yang terbuat dari cahaya yang kemilau.

Sementara sebagian mereka terlihat dengan tangan hampa, tanpa cahaya sedikitpun. Maka Abu Qolabah bertanya kepada mereka : “Aku lihat diantara kedua tangan Anda terdapat cahaya pertanda apakah itu? “ Mayat-mayat serempak menjawab :”Sesungguhnya kami mempunyai beberapa anak dan teman yang saling menghadiahkan kepada kami. Mereka bersedekah dan berderma didunia dan diniatkan pahalanya untuk kami. Dan Nur inilah buah dari apa yang mereka persembahkan untuk kami.”

Sementara mayat- mayat yang bertangan hampa , tanpa sinar memancar menjawab,: “Kami mempunyai anak yang tidak shaleh dan tidak mau mendoakan serta tidak berbuat baik bagi kami. Oleh karena itu kami tidak memiliki nampan bercahaya. Dan kami sangat malu terhadap tetangga- tetangga kami ini.”

Ketika Abu Qolabah terbangun kemudian Abu Qolabah segera menuju rumah si anak yang disebut oleh laki-laki dalam mimpinya itu. Dan menceritakan semua kejadian yang dialaminya dalam mimpi, khususnya pertemuan dengan ayah anak itu yang sangat mengharapkan doa dan sedekah ( yang diperuntukkan untuk si ayah) dari anaknya itu.

Lalu lelaki itu berkata :” Saya bertobat kepada Allah dari segala kemaksiatan dan dosa yang pernah saya lakukan. Saya tidak akan kembali kejalan itu lagi selamanya.” Semenjak itu , ia menyibukkan dirinya hanya untuk taat kepada Allah SWT, berdoa dan bersedekah yang ditujukan kepada orang tuanya yang telah tiada… Kini dia benar-benar telah menjadi anak yang shaleh. Dia membalas kebaikan orang tuanya dan berbakti kepada keduanya yang telah meninggal dengan cara mendoakan dan bersedekah untuknya.

Setelah beberapa hari berlalu , Abu Qolabah kembali bermimpi berada disekitar kuburan yang dulu lagi. Semua penghuni kubur keluar dengan keadaan seperti yang dilihatnya pada mimpi sebelumnya. Laki-laki yang dulu terlihat murung, kini sudah tak murung lagi. Wajahnya tampak berseri-seri. Laki-laki itu telah memiliki nampan yang bercahaya pula. Bahkan nampan miliknya lebih bersinar daripada yang lain.

Laki-laki itu berkata kepada Abu Qolabah, "Abu Qolabah, semoga Allah membalas kebaikanmu. Karena nasihatmu, anakku selamat dari api neraka dan juga aku terhindar dari rasa malu berkumpul dengan orang-orang disini".

*** Rasulullah SAW bersabda: Apabila anak Adam menninggal dunia maka terputuslah amalnya, kecuali tiga hal: Shodaqah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan Anak yang shaleh yang mendoakan orang tuanya (Al-Hadits)

Sudah sejauhmanakah kita MENGHADIAHKAN CAHAYA buat orang tua kita ?
http://mujitrisno.multiply.com/journal/item/525/HADIAHKAN_CAHAYA_BUAT_ORANG_TUA_KITA

Rabu, 05 Oktober 2011

Prinsip-Prinsip Resensi Buku Sastra

Resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere atau recensere. Artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai. Arti yang sama untuk istilah itu dalam bahasa Belanda dikenal dengan recensie, sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review. Tiga istilah itu mengacu pada hal yang sama, yakni mengulas sebuah buku. Tindakan meresensi buku dapat berarti memberikan penilaian, mengungkap kembali isi buku, membahas, atau mengkritik buku. Dengan pengertian yang cukup luas itu, maksud ditulisnya resensi buku tentu menginformasikan isi buku kepada masyarakat luas.
Apakah hanya buku yang bisa diresensi? Sebenarnya bidang garapan resensi cukup luas. Apabila diklasifikasikan, ada tiga bidang garapan resensi, yaitu (a) buku, baik fiksi maupun nonfiksi; (b) pementasan seni, seperti film, sinetron, tari, drama, musik, atau kaset; (c) pameran seni, baik seni lukis maupun seni patung.
1. Tujuan Resensi
Sebelum meresensi, hendaknya peresensi memahami tujuan resensi.
Apa sebenarnya tujuan resensi. Jika diamati, pemuatan resensi buku sekurang-kurangnya mempunyai lima tujuan, yaitu sebagai berikut.
a. Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif tentang apa yang tampak dan terungkap dalam sebuah buku.
b. Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena atau problema yang muncul dalam sebuah buku.
c. Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah buku itu
pantas mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.
d. Menjawab pertanyaan yang timbul jika seseorang melihat buku yang baru terbit, seperti berikut.
- Siapa pengarangnya?
- Mengapa ia menulis buku itu?
- Apa pernyataannya?
- Bagaimana hubungannya dengan buku-buku sejenis karya pengarang yang sama?
- Bagaimana hubungannya dengan buku-buku sejenis yang dihasilkan oleh pengarang-pengarang lain?
e. Untuk segolongan pembaca, resensi mempunyai tujuan berikut:
- membaca agar mendapatkan bimbingan dalam memilih buku;
- setelah membaca resensi berminat untuk membaca atau mencocokkan seperti apa yang ditulis dalam resensi;
- tidak ada waktu untuk membaca buku, kemudian mengandalkan resensi sebagai sumber informasi.
2. Dasar-Dasar Resensi
Sebelum meresensi, peresensi perlu memahami dasar-dasar resensi. Apa sajakah dasar-dasarnya? Berikut ini penjelasannya.
a. Peresensi memahami sepenuhnya tujuan pengarang buku itu.
Tujuan pengarang dapat diketahui dari kata pengantar atau bagian pendahuluan buku. Kemudian, dicari apakah tujuan itu direalisasikan dalam seluruh bagian buku.
b. Peresensi menyadari sepenuhnya tujuan meresensi karena sangat menentukan corak resensi yang akan dibuat.
c. Peresensi memahami betul latar belakang pembaca yang menjadi sasarannya: selera, tingkat pendidikan, dari kalangan macam apa asalnya, dan sebagainya. Atas dasar itu, resensi yang dimuat surat kabar atau majalah tidak sama dengan yang dimuat pada surat kabar atau majalah yang lain.
d. Peresensi memahami karakteristik media cetak yang akan memuat resensi. Setiap media cetak ini mempunyai identitas, termasuk dalam visi dan misi. Dengan demikian, kita akan mengetahui kebijakan dan resensi macam apa yang disukai oleh redaksi. Kesukaan redaksi ini akan tampak pada frekuensi jenis buku yang dimuat. Demikian pula, jenis buku yang dimuat biasanya sesuai dengan visi dan misinya. Misalnya, majalah sastra tidak menampilkan resensi buku tentang teknik. Jenis buku yang dimuat pasti buku yang berkaitan dengan masalah ekonomi. Demikian pula dengan majalah teknik dan filsafat.
Selain itu, peresensi ada baiknya mengetahui media yang akan dituju, seperti surat kabar (nasional atau daerah), dan majalah (ilmiah, ilmiah populer, atau hiburan).
3. Nilai Buku
Kegiatan meresensi buku pada hakikatnya melakukan penilaian terhadap buku. Menilai berarti mengulas, mempertimbangkan, mengkritik, dan menunjukkan kelebihan-kelebihan serta kekurangan-kekurangan buku dengan penuh tanggung jawab. Dengan penuh tanggung jawab artinya mengajukan dasar-dasar atau argumen terhadap pendapatnya, dan kriteria-kriteria yang dipergunakan untuk membentuk pendapatnya itu, serta data yang meyakinkan (dengan
menyajikan kutipan-kutipan yang tepat dan relevan). Akan tetapi, sasaran penilaian (organisasi, isi, bahasa, dan teknik) itu sering sulit diterapkan secara mekanis. Suatu unsur, sering lebih mendapat tekanan daripada unsur yang lain. Hal yang patut diperhatikan sebaiknya tidak menggunakan salah satu unsur untuk menilai keseluruhan buku.
Nilai buku akan lebih jelas apabila dibandingkan dengan karyakarya sejenis, baik yang ditulis oleh pengarang itu sendiri maupun yang ditulis oleh pengarang lain.
4. Bahasa Resensi
Bahasa resensi biasanya bernas (singkat-padat), tegas, dan tandas. Pemilihan karakter bahasa yang digunakan disesuaikan dengan karakter media cetak yang akan memuatnya dan karakter pembaca yang akan menjadi sasarannya.
Pemilihan karakter bahasa berkaitan erat dengan masalah penyajian tulisan. Misalnya, tulisan yang runtut kalimatnya, ejaannya benar, tidak panjang lebar (bertele-tele), dan tidak terlalu banyak coretan atau bekas hapusan.
Di samping itu, penyajian tulisan resensi bersifat padat, singkat, mudah ditangkap, menarik, dan enak dibaca. Tulisan yang menarik dan enak dibaca artinya enak dibaca baik oleh redaktur (penanggung jawab rubrik) maupun pembaca. Kita perlu membiasakan diri membaca resensi itu dengan menempatkan diri sebagai redaktur atau pembaca. Untuk itu, kita mengambil jarak. Jadikanlah diri kita seolah-olah redaktur atau pembaca. Dengan cara ini, emosi kita sebagai penulis bisa ditanggalkan. Kita akan mampu melihat kekuatan dan kelemahan resensi kita.
5. Kelebihan Resensi
a. Tidak Basi
Jika dibandingkan dengan tulisan lain, seperti berita, artikel, dan karangan khas (features), resensi lebih tahan lama. Artinya, andaipun resensi dikembalikan oleh redaksi, resensi itu masih dapat dikirim ke media lain. Demikian pula buku yang diresensi tidak harus buku yang baru terbit. Kita boleh meresensi buku yang terbit setahun yang lalu, asalkan buku itu belum pernah dimuat di media yang akan dituju. Meskipun demikian, pada umumnya buku yang diresensi, buku-buku yang baru terbit.
b. Menambah Wawasan
Informasi dari buku sangat berguna untuk menambah wawasan berpikir dan mengasah daya kritis. Kita juga bisa menilai apakah buku itu bermutu atau tidak.
c. Keuntungan Finansial
Jika resensi kita dimuat, kita tidak menerima honor dari redaksi saja, tetapi juga dari penerbit. Kalau fotokopi resensi itu dikirim ke penerbit, minimal buku baru yang kita dapat (jika penerbit tidak bersedia memberi honor). Biasanya penerbit akan memberi beberapa buah buku baru untuk diresensi kalau resensi buku kita sering dimuat di media cetak. Jadi, lumayan koleksi buku kita bertambah tanpa harus membeli.
6. Pola Tulisan Resensi
Ada tiga pola tulisan resensi buku, yaitu meringkas, menjabarkan, dan mengulas.
a. Meringkas (sinopsis) berarti menyajikan semua persoalan buku secara padat dan jelas. Sebuah buku biasanya menyajikan banyak persoalan. Persoalan-persoalan itu sebaiknya diringkas. Untuk itu, perlu dipilih sejumlah masalah yang dianggap penting dan ditulis dalam suatu uraian yang bernas.
b. Menjabarkan (deskripsi) berarti mengungkapkan hal-hal menonjol dari sinopsis yang sudah dibuat. Jika perlu, bagian-bagian yang mendukung uraian itu dikutip.
c. Mengulas berarti menyajikan uraian sebagai berikut:
- isi pernyataan atau materi buku yang sudah dipadatkan dan dijabarkan kemudian diinterpretasikan;
- organisasi atau kerangka buku;
- bahasa;
- kesalahan cetak;
- membandingkan (komparasi) dengan buku-buku sejenis, baik karya pengarang sendiri maupun karya pengarang lain;
- menilai, mencakup kesan peresensi terhadap buku, terutama yang berkaitan dengan keunggulan dan kelemahan buku.
Urutan pola meringkas, menjabarkan, dan mengulas itu dapat pula dipertukarkan. Kita bisa langsung mengulas, menjabarkan, dan meringkas. Misalnya, kita mulai dari kesan terhadap buku, membandingkan, lalu masuk ke bagian meringkas. Sesudah itu, kita memadatkan persoalan utama atau bagian terpenting dalam uraian yang singkat dan jelas. Kemudian, kita perlu menjabarkan bagian-bagian terpenting dari sinopsis. Kita pun dapat mulai dari menjabarkan, meringkas, dan mengulas. Namun, satu hal terpenting, isi pernyataan dalam buku itu dipahami terlebih dahulu.
Dari pemahaman itu, kita akan tahu pola mana yang tepat untuk menyajikannya.
7. Langkah-Langkah Meresensi Buku
Langkah-langkah meresensi buku sebagai berikut.
a. Penjajakan atau pengenalan terhadap buku yang diresensi.
- Mulai dari tema buku yang diresensi, disertai deskripsi isi buku.
- Siapa yang menerbitkan buku itu, kapan dan di mana diterbitkan, tebal (jumlah bab dan halaman), format, hingga harga.
- Siapa pengarangnya: nama, latar belakang pendidikan, reputasi dan prestasi, buku atau karya apa saja yang ditulis, hingga mengapa ia menulis buku itu.
- Buku itu termasuk golongan buku yang mana: ekonomi, teknik, politik, pendidikan, psikologi, sosiologi, filsafat, bahasa, atau sastra.
b. Membaca buku yang akan diresensi secara komprehensif, cermat, dan teliti. Peta permasalahan dalam buku itu perlu dipahami secara tepat dan akurat.
c. Menandai bagian-bagian buku yang diperhatikan secara khusus dan menentukan bagian-bagian yang dikutip untuk dijadikan data.
d. Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan diresensi.
e. Menentukan sikap dan menilai hal-hal berikut.
- Organisasi atau kerangka penulisan; bagaimana hubungan antara bagian yang satu dan bagian yang lain, bagaimana sistematikanya, dan bagaimana dinamikanya.
- Isi pernyataan; bagaimana bobot ide, analisis, penyajian data, dan kreativitas pemikirannya.
- Bahasa; bagaimana ejaan yang disempurnakan diterapkan, kalimat dan penggunaan kata, terutama untuk buku ilmiah.
- Aspek teknis; bagaimana tata letak, tata wajah, kerapian dan kebersihan, dan pencetakannya (banyak salah cetak atau tidak).
Sebelum menilai, alangkah baiknya jika terlebih dahulu dibuat semacam garis besar (outline) resensi itu. Outline ini sangat membantu kita ketika menulis. Mengoreksi dan merevisi hasil resensi dengan menggunakan dasar dan kriteria yang kita tentukan sebelumnya.
8. Unsur-Unsur Resensi
Kita perlu mengetahui unsur-unsur yang membangun resensi buku. Apa saja unsur-unsur yang membangun resensi buku?
a. Membuat Judul Resensi
Judul resensi yang menarik dan benar-benar menjiwai seluruh tulisan atau inti tulisan, tidak harus ditetapkan terlebih dahulu. Judul dapat dibuat sesudah resensi selesai. Hal yang perlu diingat, judul resensi selaras dengan keseluruhan isi resensi.
b. Menyusun Data Buku
Data buku biasanya disusun sebagai berikut:
- judul buku (Apakah buku itu termasuk buku hasil terjemahan.
Kalau demikian, tuliskan juga judul aslinya.);
- pengarang (Kalau ada, tulislah juga penerjemah, editor, atau penyunting seperti yang tertera pada buku.);
- penerbit;
- tahun terbit beserta cetakannya (cetakan ke berapa);
- tebal buku;
- harga buku (jika diperlukan).
c. Membuat Pembukaan (lead)
Pembukaan dapat dimulai dengan hal-hal berikut:
- memperkenalkan siapa pengarangnya, karyanya berbentuk apa saja, dan prestasi apa saja yang diperoleh;
- membandingkan dengan buku sejenis yang sudah ditulis, baik oleh pengarang sendiri maupun oleh pengarang lain;
- memaparkan kekhasan atau sosok pengarang;
- memaparkan keunikan buku;
- merumuskan tema buku;
- mengungkapkan kritik terhadap kelemahan buku;
- mengungkapkan kesan terhadap buku;
- memperkenalkan penerbit;
- mengajukan pertanyaan;
- membuka dialog.
d. Tubuh atau Isi Pernyataan Resensi Buku
Tubuh atau isi pernyataan resensi biasanya memuat hal-hal berikut:
a. sinopsis atau isi buku secara bernas dan kronologis;
b. ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya;
c. keunggulan buku;
d. kelemahan buku;
e. rumusan kerangka buku;
f. tinjauan bahasa (mudah atau berbelit-belit);
g. adanya kesalahan cetak.

http://mengerjakantugas.blogspot.com/2009/06/prinsip-prinsip-resensi-buku-sastra.html

Selasa, 04 Oktober 2011

Kewajiban seorang isteri

Kewajiban seorang isteri :
Pertama, Taat kpd suami karena Allah, selama tdk disuruh maksiat.
kedua, Tidak membuat suami marah.
ketiga, Menjaga martabat, kehormatan dan harta suami ketika suami pergi keluar rumah.
Keempat, Tidak membuka aib suami.
Kelima, Tidak menuntut suami kalau suami tidak mampu melakukannya.
Keenam, Tidak berprasangka buruk kepada siapapun.
Ketujuh, Qona'ah,
Kedelapan, Selalu mendoakan suami setelah sholat wajib.

Semoga bermanfaat utk kehidupan rumah tangga sahabat semua
 

Ucapan yg disukai Allah

Rasulullah saw bersabda: Ucapan yg disukai Allah itu ada 4. Tidak mengapa kamu memulai membaca dari mana saja, (yaitu) Subhanallah walhamdulillah walaa ilaaha illallah wallahu akbar (Maha suci bagi Allah tidak ada Tuhan selain Allah dan Allah Maha besar)

Shalat 5 Waktu (seri SMS Tausiyah)


Bahwa pada suatu hari Nabi saw menyebut tentang shalat 5 waktu, sabdanya : Barang siapa yang memeliharanya maka ia AKAN beroleh cahaya, bukti keterangan dan keselamatan di hari kiamat, dan barang siapa yg tidak mengindahkannya maka ia TIDAK AKAN memperoleh cahayaNya, bukti keterangan dan keselamatan sedang di hari kiamat ia akan bersama Qarun, Firaun, Haman dan Ubayyi Bin Khalaf (HR Ahmad, Thabrani dan Ibnu Hibban)